Advertisement
Muhammadiyah Tolak Proyek Geotermal di Gunung Lawu, Ini Alasannya
Ketua PP Muhammadiyah M. Busyro Muqoddas, dalam Diskusi Publik: Geotermal, Petaka Berkedok Potensi yang digelar oleh komunitas Jaga Lawu bersama Pemuda Muhammadiyah Karanganyar di Gedung Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) setempat, Kamis (6/11/2025). (Solopos - Indah Septiyaning Wardani)
Advertisement
Harianjogja.com, KARANGANYAR—Muhammadiyah menolak proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (geotermal) di kawasan Gunung Lawu di Jenawi, Karanganyar. Muhammadiyah juga menolak rencana eksploitasi panas bumi tersebut meski disebut-sebut masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).
Sikap itu disampaikan langsung oleh Ketua PP Muhammadiyah, M. Busyro Muqoddas, dalam Diskusi Publik: Geotermal, Petaka Berkedok Potensi yang digelar oleh komunitas Jaga Lawu bersama Pemuda Muhammadiyah Karanganyar di Gedung Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) setempat, Kamis (6/11/2025).
Advertisement
Diskusi yang berlangsung sejak sore hingga malam itu dihadiri berbagai tokoh Muhammadiyah, antara lain David Efendi (Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah), Muhammad Arif Babheir (Ketua PDM Karanganyar), Mahlich Ibrahim (Ketua PDPM Karanganyar), Wishnu Try Utomo (Direktur Advokasi Tambang Celios), Toto Sudiarjo (Lingkar Keadilan Ruang), serta sejumlah perwakilan organisasi lingkungan.
Forum tersebut menghasilkan kesepakatan bersama untuk memperkuat advokasi dan menolak eksploitasi panas bumi di kawasan Gunung Lawu.
BACA JUGA
Masalah Moral dan Ekologis
Dalam forum itu, Ketua PP Muhammadiyah M. Busyro Muqoddas menegaskan bahwa proyek geotermal di Gunung Lawu tidak hanya menimbulkan ancaman ekologis, tetapi juga bertentangan dengan prinsip moral, hukum, dan konstitusi negara.
“Problem geotermal ini bukan sekadar isu teknis, tapi juga problem moral dan keagamaan. Muhammadiyah tegas menolak, karena dari kajian yang dilakukan bersama para ahli dan lembaga-lembaga lingkungan, dampaknya sangat merusak. Ini kewajiban keagamaan sekaligus kenegaraan untuk mencegah kerusakan itu,” ujar Busyro.
Menurut mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu, proyek geotermal di Gunung Lawu berpotensi melanggar prinsip keadilan sosial dan perlindungan lingkungan sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan Pancasila.
Busyro menilai proyek tersebut dapat menjadi pelanggaran terhadap moralitas hukum dan moralitas agama. Dalam ajaran Islam, kerusakan lingkungan jelas dilarang. Jika proyek ini menimbulkan penderitaan rakyat dan merusak alam, maka hal itu bertentangan dengan konstitusi.
Ia juga menyoroti status proyek geotermal yang dimasukkan ke dalam daftar PSN. Menurutnya, banyak proyek strategis nasional justru menjadi sumber penderitaan rakyat karena dikerjakan tanpa studi kelayakan yang matang dan tanpa melibatkan pihak independen seperti perguruan tinggi maupun organisasi masyarakat sipil.
“Ada proyek strategis nasional yang faktanya menimbulkan kesengsaraan nasional. Banyak contohnya. Karena itu Muhammadiyah sudah mendesak Presiden Prabowo untuk mengevaluasi seluruh proyek PSN, termasuk IKN. Muhammadiyah ingin pembangunan itu berbasis ilmu, bukan kepentingan korporasi,” ujarnya.
Busyro menambahkan, jalur hukum seperti class action terbuka lebar untuk menolak proyek geotermal. Namun, advokasi publik dan gerakan moral masyarakat dinilai lebih penting dari langkah hukum formal.
“Menjaga bumi ini adalah bagian dari ibadah. Kalau umat Islam membiarkan alam rusak, itu berarti kita gagal menjalankan amanah Allah. Muhammadiyah berdiri di garis depan untuk melawan eksploitasi yang merusak,” pungkasnya.
Dukungan dari PDM dan Aktivis Lingkungan
Ketua PDM Karanganyar Muhammad Arif Babheir menyatakan kesiapan pihaknya untuk bersinergi dengan komunitas Jaga Lawu dan aktivis lingkungan memperjuangkan kelestarian Gunung Lawu.
“Kami tidak anti-pembangunan, tapi menolak pembangunan yang merusak. Ini bagian dari dakwah Muhammadiyah dalam menjaga kelestarian alam sebagai amanah Allah,” kata Arif.
Manajer Renewable Energy Trend Asia, Beyrra Triasdian, memaparkan hasil kajian cepat yang menunjukkan potensi kerusakan lingkungan akibat proyek geotermal di Jenawi. Menurutnya, karakter geografis Jenawi yang berada di lereng Lawu sangat rentan terhadap longsor dan kehilangan sumber air.
Berdasarkan perbandingan dengan proyek geotermal di Ijen, proyek berkapasitas 86 MW di Jenawi berpotensi menghilangkan sekitar 15,97 juta liter air per hari. “Itu baru perhitungan konservatif dari sisi kebutuhan air untuk proses geotermalnya saja,” kata Beyrra.
Ia menambahkan, hilangnya sumber air dapat berdampak pada ribuan warga Karanganyar dan sekitarnya yang menggantungkan hidup dari mata air Lawu. Selain itu, situs-situs kuno dan cagar budaya di Jenawi juga terancam rusak akibat aktivitas eksplorasi.
“Jenawi itu bukan hanya wilayah rawan longsor, tapi juga pusat mata air yang menopang kebutuhan air masyarakat Solo dan sekitarnya. Kalau itu rusak, dampaknya bukan lokal lagi, tapi regional,” ujarnya.
Gerakan Jaga Lawu dan Sejarah Penolakan
Pegiat Jaga Lawu, Aan Shopuanuddin, mengingatkan bahwa isu panas bumi di Gunung Lawu bukan hal baru. Masyarakat Karanganyar pernah menolak proyek serupa pada 2016–2018, yang saat itu dikelola Pertamina Geothermal Energy dan akhirnya batal setelah mendapat penolakan luas dari publik.
“Sekarang proyek ini muncul lagi dengan nama berbeda. Dulu disebut geotermal Gunung Lawu, sekarang diganti menjadi geotermal Jenawi. Padahal secara geografis dan ekosistem, itu tetap kawasan Lawu. Ini upaya kamuflase,” tegas Aan.
Aan menegaskan pihaknya bersama berbagai elemen masyarakat akan terus menjaga Gunung Lawu sebagai sumber kehidupan.
“Gunung Lawu itu gentong airnya Karanganyar. Kalau rusak, rusak pula ekonomi rakyatnya. Ini jihad ekologis kami. Kami tidak akan diam melihat alam dirusak atas nama pembangunan,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada PP Muhammadiyah, LHKP, serta jaringan kampus dan lembaga bantuan hukum Muhammadiyah yang mendukung gerakan advokasi lingkungan di Karanganyar.
“Kami tidak hanya bicara soal Lawu. Ini gerakan nasional. Banyak gunung dan kawasan hutan di Indonesia yang terancam oleh proyek geotermal dan tambang atas nama energi hijau,” ujar Aan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : espos.id
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Redam Konflik Sosial, Polda Jatim Kirim Brimob ke Pulau Kangean
Advertisement
Wisata DEB Balkondes Karangrejo Borobudur Ditawarkan ke Eropa
Advertisement
Berita Populer
- Cek Prakiraan Cuaca di Jogja 6-8 Nov 2025, Waspada Potensi Hujan Lebat
- Peralatan Grafika Berteknologi Canggih Dipamerkan di IGE 2025
- Ndarboy Genk Ramaikan Gelar Karya Guru Seni Budaya Seluruh Indonesia
- Jadwal KA Bandara YIA Hari Ini Kamis 6 November 2025
- Jadwal KRL Jogja-Solo Hari Ini Kamis 6 November 2025
Advertisement
Advertisement



